Jaka Tarub dan Bidadari Kekinian


#JTdBK
#Part_1
#Adaptasi

Suara air saling bersahutan, nyaring karena derasnya. Semakin membuat semarak, menyambut kedatanganku dengan tepuk riuh. Baru saja kaki berpijak di tempat ini.

Ransel dipunggung, tas sport jinjing beserta koper tersemat di tangan kanan dan kiri menemani perjalanan. Langkah kaki ini sedikit terhuyung namun mataku masih berpedar memandangi keindahan ciptaan Tuhan. MasyaAllah. Sungai yang membelah antar sawah dan jalanan menambah kesejukan pandangan.

Sapaan khas dengan kata-kata “nderek langkung” memecah padangan liarku. Mereka terlebih dahulu menyapa, tak mengeluarkan kata sebagai balasan namun senyum tetap tersunggingkan ketika berpapasan dengan warga desa setempat.

Aku terperanjat ketika barang yang ku jinjing diambil alih oleh orang di hadapanku.

“Mbak, monggo kulo bektakaken tasnya.” pinta pria berlesung pipi dengan raut wajah ramah. “Mbak, mari saya bawakan tasnya.” Kata pria itu lagi dengan membenahi perkataannya agar aku mengerti.
Aku mengangguk. “Terima kasih banyak.”

Kami berpisah ketika aku diantarkan tepat di halaman  rumah tujuan.  Sepanjang perjalanan kami lebih banyak diam. Karena ketika dia bertanya, aku jawab singkat, padat dan jelas layaknya tes wawancara.
***

Pagi ini Tuhan memberikan nikmat yang berbeda. Tersuguhkan alam hijau beserta udara segarnya ketika ku buka jendela kamar.

Setelah beberes kamar dan badan. Segera menuju dapur untuk membuat menu sarapan.  Ditemani Mbak Minah, kami berdua memasak, sarapan bersama sambil berbincang. Untungnya Mbak Minah pernah merantau ke kota Jogja jadi mampu berbahasa Indonesia.

“Setelah ini Mbak Minah mau ngapain?” tanyaku sambil menyusun piring yang dicuci Mbak Minah.
“Saya ke kebun Jagung Mbak.”
“Wah seru juga tuh ya.”
“Gimana mbak?” tanya Mbak Minah.
“Rencana setelah ini saya mau ke kantor desa, mau lihat tugas dan jadwal lapangan saya di desa ini. Tapi saya belum tahu seluk beluk desa sini.”
Mbak Minah tersenyum. “Saya anterin ke kantor desa ya mbak. Setelah itu kalau mbak pengen lihat-lihat suasana desa sini, saya temanin juga.”
“Terima kasih ya mbak Minah. Setelah itu saya gantian nemenin mbak ke kebun Jagung.” Kukerjapkan mataku menggodanya. Kami tertawa bersama.

Setelah mengetahui letak kantor desa, langsung kutemui pejabat yang bersangkutan untuk melihat berkas jadwal dan tugas yang tertulis. Setelah tak ada urusan, aku berpamitan untuk pulang. Ku nikmati perjalanan menuju kebun jagung sambil mendengarkan cerita mbak Minah perihal kepunyaan siapa pemilik sawah dan kebun yang kami lewati hingga desas-desus terbaru yang dialami masyarakat desa sini.

Setiba di kebun, aku bahagia memandang rerimbunan tanaman dan bakal buah jagung karena saat ini belum memasuki musim panen. Kami menuju gazebo di kebun. Disana ada  sosok lelaki tinggi berparas tampan khas pria jawa. Ternyata namanya mas Ali, calon suami Mbak Minah, 4 bulan lagi mereka akan menikah.

“Semoga dilancarkan pernikahannya ya mas dan mbak Minah.” Ucapku.

Mereka berdua membalas dengan senyuman dan berkata aamiiin. Setelah berkenalan, aku menjauhkan diri sejenak karena tahu mereka ingin berbincang-bincang sambil menikmati kudapan yang dibeli Mbak Minah di warung pinggir jalan tadi. Aku sungguh menikmati rerimbunan tanaman yang ada di kebun sekitar mas Ali. Mataku liar memandang alam sekitar. Tiba-tiba, bruuuk...

Aku tertegun, kudangakan pandang sebentar ke wajah pria setinggi 178 cm. Dia tinggi. Perbedaan tinggi kami sekitar 23 cm.
“Ngaputen nggeh mbak.” kata dia.
Aku cuma melengos pergi setelah bilang. “Iya.”
Dia tidak mengejarku karena ini bukan drama. Aku lanjutkan perjalanan menikmati keindahan kebun sekitar.

0 komentar:

Posting Komentar