Ngomongin Kuaci


"Tuk ku tuk... lewat lorong sempit... tuk ku tuk... hamtaro  berlari... apa yang paling dia senangi, biji bunga matahari..." 
Siapa ini yang demen jogrokin tivi di minggu pagi dengan channel R*TI OKE, ahay... Pasti tau donk ini MARS dari pilem apa? 

Atau kamu yang doyanya bersosialisasi kumpul di tanah lapang sambil nyanyi-nyanyi, 'ci kuaci kembang telima kaci, kemali kemali...'(silahkan lanjutkan sendiri, karena penulis lupa kelanjutannya, hohoho). Hmmmm, mengingatkan masa kecil yang sangat menyenangkan.
Kalau kamu anak kekinian taon 2000an mungkin gak tau sih namanya film HAMTARO dan permainan kampung tersebut, hohihi.

Kuaci Via Google
Baiklah. Hari ini, aku mau ngomongin kuaci, sebangsa makanan yang tak mengenyangkan, hahaha. Teringat masa sekolah dahulu kala, kuaci adalah makanan favorit kami bersama, karena bersama lebih asyik, hehehe.

Kalau aku berpendapat kuaci itu adalah makanan yang menurunkan produktivitas, gimana tidak, makanan yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar itu perlu proses yang agak merepotkan untuk memakannya. Gimana? Setuju donk para maniak kuaci.




Setiap biji ada kulitnya yang mesti dikupas, dan begitu dibuka, dikunyah gak sampai beberapa detik sudah habis dan kita mesti ngupas lagi, begitu terus dan terus sampai pegel, sudah gitu bibir jadi kebas kalau ngupasnya pakai gigi. Tapi asyik donk. 

Seharusnya nih ya waktu yang mestinya dimanfaatkan buat hal lain jadi dipake buat mengupas kuaci satu demi satu, jadi terkesan foya-foya waktu. Padahal agama mengingatkan kita dalam waktunya manusia itu mengalami kerugian kecuali orang yang saling nasehat menasehati dalam kebaikan dan bersabar, silahkan redaksi lengkap dilihat di terjemahan Al Qur'an surah Al-Ashr. Waktu menikmati kuaci sekilo mending dialihkan untuk baca buku, tilawah Al Qur'an, belajar matematika (hahaha, khusus buat penulis ini) atau internetan cerdas.

Namun ada sisi menarik dari menikmati yang namanya kuaci yaitu mempererat ukhuwah. Pasalnya kebiasaan anak-anak di kelas makan kuacinya bergerombol bisa 4 sampai 8 orang. Kalau ada 1 orang beli kuaci entah dia punya feromon apa tiba-tiba "serangga-serangga" yang pengen jadi ikutan nebeng makan kuaci. Padahal yang ikut nebeng itu mungkin saja sudah habis melahap sekilo kuaci, tapi ya namanya kuaci itu asyik jadi sikat aja. Uniknya mereka sungguh multitasking, sambil ngobrol kelompok pemakan kuaci ini tentu saja tetap konsen dengan kuaci masing-masing, ngobrol jalan, ngupasin kuaci juga hayuk aja.

Nah itu kan dari sisi sosialnya, coba kita selidiki dari sisi kesehatan. Ternyata kuaci banyak mengandung zat tembaga. Pola makan rendah, asupan tembaga berkaitan dengan naiknya kadar "kolesterol jahat" LDL dan terbatasnya "kolesterol baik" HDL. Karena itu, lebih sering aja menikmati kuaci, terutama yang tawar, baik kuaci biji labu maupun biji bunga matahari.

Oh iya, tadi aku baru lewat dan melihat ada obral. Gini nih kalimat persuasifnya, ayo ayo mbak mbak kemari kemarilah, ada obral kerudung bagus tanpa diskon, model kerudung paris P15 dengan berbentuk untaian kuaci warna emas dengan hiasan bunga tembaga dan blink-blink yang cantik sekali seperti aku, ahay. Tersedia dengan berbagai warna, ada coklat tua, hitam, biru, abu-abu, dan biru dongker. Anda cukup memiliki budget 105.000. Aku berpikir-pikir sejenak, setdah mahal amat yak 105.000. Karena mahasiswa sih jadi duit segitu tu sayang kalau gak dialihkan buat urusan logistik seminggu, hehehe. Lagian gak ada warna favoritku juga, syukurlah gak jadi beli, hahaha alasan.

Kuaci kuaci...
Kau terpatri di blogku kali ini...
Semoga bermanfaat.

Endah Octa Sejati

2 komentar:

ZULKIFLI mengatakan...

hmm...
jadi ingat waktu SD sering beli kuaci juga,, wahahahaaa...

http://khip.blogspot.com/

Game Of Life mengatakan...

ci kuaci kembang telima kaci..
klo boleh tau itu lagunya siapa yah dan judul lagunya apa??

Posting Komentar