Refleksi 1 Filsafat Ilmu


Endah Octaningrum  Wahani Sejati
13709251049
PPs UNY Pend. Matematikan B

Refleksi 1 Filsafat Ilmu
Cara Filsafat yang Benar dan Terarah
Berfilsafat diperlukan dalam kehidupan karena berfilsafat adalah olah pikir. Apakah hidupmu tidak menggunakan fikiran? Jelas tidak karena jika kita meninggalkan fikiran maka akan jadi tidak waras. Tapi menggunakan fikiran pun belum cukup dikatakan berfilsafat karena berfilsafat itu menggunakan pikiran yang bersifat refleksi, refleksi itu bisa bertanya mengapa, bagaimana dan lainnya. Untuk mempelajari perkembangan filsafat yaitu dengan membaca.
Syarat awal berfilsafat adalah kesadaran, sadar akan. Jika kita tak mempunyai kesadaran, kita tidak dapat mengenal dimensi ruang dan waktu. Misalnya ketika seseorang diinterogasi oleh polisi maka ditanya terlebih dahulu masalah orientasi ruang dan waktu. Hari ini ada dimana, hari ini  aktifitasnya apa, minggu yang lalu kemana. Orientasi waktu kalau seseorang menjawabnya tidak konsisten, dia tak kenal waktu, maka jangan diteruskan interogasinya karena seseorang ini sudah tidak waras. Dimensi ruang itu artinya ruang dalam artian luas, seluas-luasnya, tidak hanya berupa kamar ruang seperti ini karena bajumu itu ruang, kepalamu itu ruang bagi fikiranmu, fikiranmu itu juga ruang bagi kehidupanmu. Didalam berfilsafat, kita tidak hanya mengenal masalah ruang dan waktu, tapi kalau kita profesional, kita bisa bereksperimen melakukan  manipulasi-manipulasi ruang dan waktu. Misalkan saat sholat, terbayang ka’bah disana, itu bermain masalah ruang, jadi mengetahui ruang dengan waktu, mengetahui waktu dengan ruang, begitu cepatnya jadi satu seakan-akan ka’bah ada disini. Jaraknya akan menjadi relatif. Secara material, saya harus naik pesawat 8 jam supaya sampai di Mekah namun secara fikiran tidak perlu waktu karena bisa memanipulasi ruang. Manipulasi waktu juga seperti itu, yang disebut kemarin itu kapan. Tergantung satuannya yang kita pakai. Kalau misalnya 1 detik identik dengan 1000 tahun maka Plato itu meninggalnya baru kemarin sore. Maka dalam berfilsafat ada permainan ruang dan waktu.
Darimana engkau itu? Engkau dari masa lalu. Misalnya ada yang mengatakan engkau darimana dan dijawab aku dari masa depan, boleh saja asal mampu menjelaskan, aku berasal dari masa depan karena sikapku, perasaanku, pikiranku aku sesuaikan dengan cita-citaku. Berarti aku memang berasal dari masa depan. Jawaban filsafat itu absolut. Misal terdapat pertanyaan, darimana membangun gedung lantai 100? dari bawah ke atas, itu belum berfilsafat. Kalau sudah berfilsafat maka bisa menjawab bahwa membangun gendung lantai 100 dari atas karena semua material yang ditancapkan dari atas ke bawah, material cor-coran semen dituang dari atas, baru nanti ke atas lagi. Ini adalah olah pikir filsafat yang mempunyai daya bongkar. Berfilsafat itu bahasa analog intensif dan ekstensif. Intensif yaitu segala-galanya, ekstensif: seluas-luasnya. Rene Decrates mengatakan engkau ada disitu kalau engkau berpikir, engkau ada kalau engkau bertanya. Suatu ketika Rene Decrates bermimpi dan mimpinya sama, sangat intens, sangat berkesan sehingga dia tidak bisa membedakan lagi dengan dunia nyata sehingg malah yang dilihatnya itu jangan-jangan sebuah mimpi. Bedanya mimpi dengan kenyataan seperti apa? Bagaimana secara filsafat dapat membuktikan kalau sekarang ini nyata? Jika dicubit maka sakit, dalam mimpi pun ada rasa sakit, dalam mimpi pun juga ada rasa khawatir, takut, bahagia. Tak ada bedanya. Sekarang buktikan kalau sekarang ini ada, bagaimana cara membuktikan, tidak ada orang yang bisa membuktikan kecuali Rene Decrates, maka Rene Decrates ini mampu membuktikan dengan cara ‘ini bukan mimpi karena aku sedang memikirkannya dan karena aku sedang bertanya’ sehingga sesuatu yang pasti, aku memikirkannya. Dalam fakta yang unik, ketika konferensi internasional berlangsung, perwakilan orang Indonesia dianggap tidak ada karena tidak mengajukan pertanyaan. Maka keberadaan itu penting.
Mengerti namun tak bisa bicara, ini adalah yang disebut intuisi. Dunia anak seperti itu. Misalnya anak itu mengerti kalau bekerja itu ke kantor, tapi tak bisa menjelaskan. Misalnya mengerti volume kubus yaitu luas alas kali tinggi. Kalau panjang itu apa artinya? Kita mengerti panjang tapi tidak bisa menjelaskan. Dan misalnya berapa jauh jarak hati antara kamu dan kekasihmu. Itu adalah makna dan pengertian intuisi.
Kenapa mempelajari bahasa analog? Karena berfilsafat itu menjelaskan, karena pentingnya penjelasan maka dapat dikatakan bahwa filsafat itu penjelasan itu sendiri. Jika filsafat itu penjelasan, hal itu sudah merupakan bahasa analog, dianalogikan bahwa filsafat sama dengan penjelasan.  Bahasa analog itu mampu mengomunikasikan unsur-unsur dalam dimensi yang berbeda misalnya dalam kehidupan orang tua dan orang muda terdapat perbedaan kehidupan namun bisa dikomunikasikan dengan bahasa analog. Alasan kita menggunakan bahasa analog secara filsafat, penjelasannya adalah karena kekurangan dan ketidaksempurnaan manusia itu sendiri. Sehingga terdapat penyakit bahasa misalnya kata ‘bisa’, bisa itu dapat, bisa berarti racun. Itu artinya bahasa itu sakit dilihat dari sisi filsafat dan mempunyai kelemahan. Satu kata memiliki makna ganda itu penting agar mengomunikasikan dimensi yang berbeda, sebaliknya satu makna memiliki banyak kata itu juga penting. Kalau Tuhan dimaknai sebagai hati karena ada yang menganggap dalam mempelajari Tuhan itu tidak bisa pakai fikiran saja namun menggunakan hati. Ketika berbicara tentang hati, maksudnya adalah sedang membicarakan tentang Tuhan. Jadi itu merupakan bahasa analog.
Kemudian analogi yang lain jika disampaikan dengan bahasa dimensi atas jika digunakan untuk dimensi rendah tidak cocok misalnya bekas rektor, kurang pantas, karena bekas itu bahasa dimensi rendah seperti tukang pemulung, bekas kaleng, bekas roda, bekas sepeda. Naik tingkatan, lalu diciptakan bahasa dimensi atas yaitu mantan, jadi mantan itu adalah bahasa analognya bekas. Misalkan lelaki pun bisa melahirkan, yaitu melahirkan ide-ide dan gagasan, itu juga merupakan bahasa analog. Bayangkan jika tidak ada bahasa analog, maka hidup tidak bisa berbuat banyak dan hidup tidak akan selaras. Misal dalam karakter perwayangan, simbol merah berarti berani, putih artinya suci, Indonesia merah putih berarti Indonesia berani karena suci dan benar. Oleh karena itu budaya berkembang karena bahasa analog. Analog lebih tinggi dibanding kiasan. Dengan  bahasa analog mampu mengomunikasikan tingkat rendah ke tingkat tinggi.
Metafisika dari Aristoteles, Aristoteles mempunyai banyak buku, zaman dulu sudah mengkoleksi buku, ada tentang air, api dan lain-lain, ada jg buku metafisikt, buku itu diurutkan, buku metafisik diletakkan setelah buku yang  fisik. Meta artinya setelah, metafisik dalam pengertian yang hakiki, apalagi dalam pengertian filsafat itu adalah makna di balik sesuatu. Setiap orang terkena, entah itu sadar atau tidak sadar tentang metafisik, semakin dewasa semakin menyadari arti metafisik. Misal kalau jilbab itu harfiahnya adalah penutup kepala, tapi jilbab itu juga berarti kecantikan, kehormatan, spiritual itu dalam ranah metafisik. Tapi yang tampak, jilbab itu adalah penutup kepala. Angka 4, fisiknya adalah 4. Tapi metafisiknya itu angka yang lebih besar dari 3. Metafisik itu dibalik makna ada makna, dibalik makna ada  makna, tak terbatas.
Noumena bukan paham melainkan noumena adalah pembagian atau kriteria. Immanuel Kant, seorang filsuf yang membagi dua yaitu yang bisa dilihat dan dipikirkan dengan panca indera adalah fenomena dan yang tidak bisa diindera adalah noumena. Contohnya: Apakah Tuhan ada? Jelas ada sekali karena setiap lima waktu aku  mendengar suara adzan, tidak hanya aku dengar, aku katakan tapi aku kerjakan sebagai ibadah yaitu sholat, maka Tuhan itu ada walaupun Tuhan tak bisa dilihat. Arwah, apakah arwah ada? Ada, namun tidak bisa dipanca indera. Tidak bisa dilihat, diraba tapi dipikirkan menjadi ada. Ada itu ada tingkatan-tingkatannya, ada yg bisa dilihat dan tak bisa dilihat. Karena masih banyak sekali ada yang bagimu belum ada. Jadi, Tuhan dan arwah itu ada karena bisa dipikir tapi tak bisa dilihat dan itu merupakan noumena.
Urutan pembelajaran dalam hidup ini adalah spiritual, filsafat, formal (ilmu bidang), dan fisik (tindakan). Keempat tingkatan tersebut saling berhubungan. Berfilsafat  itu sesuai dengan konteks artinya orang islam berfilsafat sesuai agama islam, berbeda dengan orang kristen yang berfilsafat , berbeda dengan orang yahudi yang berfilsafat, dan juga berbeda ketika orang jawa berfilsafat. Bagi yang beragama berbeda dengan orang yang tak beragama  ketika berfilsafat, karena filsafat adalah olah pikir yang masih terbuka spiritual dan non spiritual. Sebelum kita mengetahui cara berfilsafat yang benar dan terarah, tanya dulu siapa dirimu, agamamu apa, bangsa, dan suku apa? Secara umum bangsa-bangsa timur, orang-orang yang berspiritual apalagi warga indonesia  yang mempunyai dasar pancasila yaitu Ketuhanan yang Maha Esa maka letakanlah spiritual sebagai pondasi dan muara dalam berfilsafat. Setinggi pengembaran fikiran dalam berfilsafat tetap dalam kerangka berspiritual, itulah cara berfilsafat yang benar dan terarah.

Apakah intuisi dan firasat merupakan hal yang sama? Lalu apakah pengetahuan dipengaruhi oleh intuisi?

0 komentar:

Posting Komentar